Latar Belakang: Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar selama 3 periode, yakni Riskesdas 2010, Riskesdas 2013, dan Riskesdas 2018 prevalensi stunting masih cukup tinggi , berturut-turut dari Riskesdas 2010, 2013, dan 2018 prevalensi stunting sebesar 35.6%, 37.2%, dan 30.8%. Faktor yang menyebabkan stunting sangat penting untuk dilakukan penelitian karena balita atau baduta yang mengalami stunting akan berdampak buruk bagi kesehatan dan kemampuan kognitif balita dimasa depan Tujuan: Untuk mengetahui determinan kejadian gangguan pertumbuhan pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Sumatera dan Kalimantan, Indonesia Metode: Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Riskesdas 2010 dengan metode penelitian cross sectional. Sampel berjumlah 1507 orang berusia 6-23 bulan dan tinggal di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Uji analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel independen (berat bayi lahir, ASI eksklusif, usia pemberian MP-ASI, wilayah tempat tinggal, status ekonomi, sumber air, dan sanitasi lingkungan) dan variabel dependen (gangguan pertumbuhan) Hasil: Median Z-Score TB/U sebesar -1.26, median berat bayi lahir sebesar 3.1 kg, hasil univariat menunjukan gambaran sampel penelitian adalah; 69.1% tidak ASI eksklusif, 83.6% diberikan MPASI < 6 bulan, 50.2% tinggal di perkotaan, 23.4% memiliki status ekonomi menengah, 60.2% memiliki sanitasi lingkungan baik, dan 74.4% memiliki sumber air minum baik. Uji analisis regresi sederhana menunjukan berat lahir mempengaruhi TB/U dengan p value 0.000. Hasil multivariate juga menunjukan berat lahir adalah faktor yang paling mempengaruhi nilai TB/U Kesimpulan: Berat lahir merupakan faktor yang paling mempengaruhi terhadap kejadian gangguan pertumbuhan. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan kondisi gizi ibu hamil akan berdampak pada berat bayi lahir yang akan mempengaruhi kejadian gangguan pertumbuhan atau nilai TB/U
DETERMINAN KEJADIAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK USIA 6-23 BULAN DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)